Home > Bisnis

Diskusi Publik JMSI Sumsel Bahas Kue Iklan Media Mainstream Versus Medsos

Untuk mendapatkan iklan dari pemerintah daerah ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Diantaranya, berbadan hukum, adanya verifikasi dan sertifikasi Dewan Pers.

KINGDOMSRIWIJAYA, Palembang – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumatera Selatan (Sumsel) dalam rangkaian Musyawarah Daerah (Musda) 2025, Sabtu (23/8) menggelar Diskusi Publik bertema “Admin Media Sosial: Rekanan Atau Ancaman”.

Diskusi publik tersebut menghadirkan pembicara Rahma Santhi Zinaida Kepala Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma (UBD) Palembang dan Maspril Aries wartawan senior Pemimpin Redaksi Kingdomsriwijaya.id dengan moderator Muhammad Nasir dosen Universitas PGRI Palembang. Diskusi ‘kue’ iklan pemerintah daerah untuk media mainstream versus media sosial (medsos).

Menurut Rahma Santhi, saat ini banyak sekali akun-akun media sosial yang instan dan viral. Bahkan ada yang masuk ke pemerintah. “Bagaimana dengan media mainstream yakni media online, media cetak, dan radio? Sebab akun-akun media sosial saat ini jualan berita, tapi ilegal karena tidak memiliki badan hukum. Sedangkan media mainstream ada badan hukumnya, ada sertifikasi Dewan Pers dan uji kompetensi wartawan. Pertanyaannya, kok iklannya dari pemerintah? Bagaimana dengan budgeting anggarannya?”.

“Memang dengan kecepatan informasi membuat media sosial bisa menyampaikan kebenaran informasi tapi juga bisa membuat informasi yang hoax. Dari itulah admin media sosial harus menerapkan informasi yang benar bukan hoax, maknanya diharapkan seluruh admin media sosial menerapkan empat pilar yang telah ditetapkan oleh Kominfo yakni tentang literasi digital. Media sosial kini market-nya telah masuk ke anak-anak di level SD , SMP dan SMA”, ujarnya.

Rahma mengingatkan bahwa bahwa medsos ini sangat dahsyat. “Tapi perlu dicatat, media sosial tidak memiliki badan hukum dan tidak ada payung hukum, berbeda dengan media online, media cetak, dan radio”, katanya.

Menurutnya, menjamurnya pemberitaan-pemberitaan di media sosial, bukan portal media mainstream menjadi tantangan sendiri bagi media mainstream. “Karena media mainstream jelas, ada payung hukum, sertifikasi Dewan Pers dan wartawan memiliki uji kompetensi, maka media sosial menjadi tantangan bagi mainstream. Apalagi hingga saat ini tidak ada regulasi terkait pemberian iklan dari pemerintah daerah ke media sosial”, ujarnya.

× Image